Minggu, 23 Desember 2018

Nikah itu Enak Nggak Sih?

Bila yang datang kepadamu kebaikan adalah rezeki dari Allah, bila yang datang padamu keburukan berarti engkau salah memilih.
Karena Allah itu selalu ngasih yang terbaik. Tetapi manusia yang sukanya ngeyel merasa paling tahu mana yang terbaik.
Janganlah Allah dijadikan cadangan atau dijadikan alibi atas isi hatimu. Khususkan niatnya untuk Allah semata. Keluarkan niat-niat lain selain karena Allah.

#sebuahnasehatyangkudengar

Karena ada yang tanya sama kita... "Tolong jawab dengan jujur ya... nikah tuh enak nggak sih? benarkah hanya euforia di awal tapi setelahnya hanyalah kebahagiaan yang fiksi?"

Seriously... niat adalah kunci kelancaran pernikahan. Hanya kita yang tahu niat apa yang mendasari kita menikah. Apakah benar-benar tulus untuk ibadah atau yang lainnya (bukan sekedar lipservice saja). Menikah memang ibadah, tapi berat kalau niatnya salah.

Kaya dulu kalau masih kecil, disuruh sholat. Jujur sih kalau aku niatnya bukan untuk Allah. Tapi karena disuruh itu jadi takut😅 dan memang rasanya berat, karena ngga niat, ngga ikhlas, ngga tulus, ngasal juga jadinya asal dikerjain aja. Yah namanya juga masih kecil...

Tapi kalau dibiasakan, tanpa sadar 'niat' itu jadi ter-mindset dalam pola pikir kita. Ya pokoknya ngelaksanain kewajiban aja. Akhirnya malah jadi mempengaruhi segala aspek kehidupan... bahkan hingga ke jenjang pernikahan.

Nah... pada akhirnya, niat yang tidak lurus itulah yang menjadikan kehidupan pernikahan penuh tekanan.

Jadi... kalau memang mau menikah, persiapkan niat dengan baik dan benar. Niatkan yang lurus, hanya untuk ibadah. Hilangkan segala niat selain karena Allah semata. termasuk karena cinta... (kenapa? yah nanti kalau udah nikah juga faham... abis yang udah-udah kalau dibilangin ngga ada yang percaya)

Sedih sih karena asumsi orang-orang sekarang, menikah itu hanyalah... 'kebahagiaan yang fiksi'. Bahagia tapi penuh tekanan. Banyak yang jadi takut menikah karena hal ini... termasuk yang melontarkan pertanyaan ini.

Hidup tentunya penuh dengan tekanan. Tapi... hidup takkan setertekan itu kalau kita bisa menyelaraskan ekspektasi dan realita. 

Semakin tinggi ekspektasi kita, semakin tinggi pula tingkat kekecewaan yang akan dirasa. Karena yang kita pikirkan hanya bahagia, jadi kitanya capek sendiri...

Loh iya dong, kita harus bahagia. Masa hidup ngga boleh bahagia?

Ya jelas hidup harus bahagia dong... kan cuma sekali. Tapi yang difokuskan bukan cuma cari kebahagiaan saja. Carilah keberkahan, agar dalam keadaan apapun rasanya selalu bahagia. Nah...

Karena kalau berkah pasti bahagia. Kalau bahagia tekanan apapun rasanya enjoy banget dijalanin. Bahkan rasanya... kaya belum ada ujian aja.

Aku sendiri mencermati pernikahanku dalam setahun ini, entah kenapa ya... kok rasanya fine-fine aja. Alhamdulillah semuanya berjalan baik kecuali... anak😊 (inilah ujianku dan mas hehe).

Jadi, kalau ada yang bilang setelah menikah malah nggak enak dan banyak ngeluhnya, coba istighfar dan luruskan niatnya... mungkin niatnya sudah berbelok... bukan untuk-Nya... Miris juga melihat yang baru hitungan bulan udah cerai😔 na'udzu billahi mindzalik...



hidup ini isinya ya hanya dua: hal-hal yang kita sukai dan yang tidak.
Pastinya, dua-duanya ada. Dua-duanya selalu ada. Kadang seiring, ada kala bergantian, dan berselang-seling. Dalam pernikahan pun demikian.
Ada saat, ada waktu, ada kala, ada kondisi, ada hal, ada keadaan, semuanya dalam konteks disukai dan tidak.
Tetapi dalam hal apapun itu, disukai atau dibenci, menyenangkan maupun memprihatinkan, melahirkan tawa ataupun tangis, membuat gelak maupun isak, whatever lah~ pokoknya senantiasa berharap barokah menyertai.
Semoga Allah selalu himpun kami berdua dalam kebaikan, Aamiin YRA❤️
- dikutip dari buku "Bahagianya Merayakan Cinta" karya Salim A. Fillah - 




Sabtu, 22 Desember 2018

Honeymoon on Budget! Part I: Semarang #BackpackerinLove

Haii selamat datang di channel blog saya!

Karena saya hobinya nulis, jadi, ketimbang ngevlog tentunya saya lebih milih ngeblog☺ and this is it~ hasil petualangan saya bersama suami. Literally ini kali pertama dalam hidup saya untuk liburan secara ‘ngeteng’. Secara, suami yang jiwanya memang backpacker abis. Rangga? haha


Sebelumnya, terima kasih kepada yang melipir kemari~ semoga kalian berkenan membaca hingga selesai😊


---

Honeymoon kita sederhana, cuma ke Jogja dengan transit sebelumnya di Semarang. Jadi sebuah pelajaran juga sih karena ibarat peribahasa yang bilang, setali tiga uang. Jadi ngga sekedar pulang pergi aja, perjalanan menuju destinasi utamanya juga menjadi liburan tersendiri-kata masse.


Perjalanan dalam rangka bulan madu ini tentunya ngga dadakan. Tiket sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Tepatnya disiapin sama suami. Thankyou so much masse~ maafkan gagal surprise karena aku ngambek hahaha🙈

When I asked to him: Kita bakal honeymoon nggak? Kemana? Tapi dia ngga mau kasih tau dan gue ngambek wkwkwk. Akhirnya dikasihlah clue: Jogja.


Terus gue nanya lagi, “Kita bakal wisata alam apa urban?” Tapi dia bilang surprise dan gue bete, maksa minta dikasih tau wkwkwk.

“Haduh, maksudnya tuh supaya kejutan dong sayang kamu rese nanya mulu”.

“Haduuuh, mas! Perempuan tuh gabisa di surprise-surprise masalah jalan-jalan. Kan harus disesuaikan dong outfitnyaa. Nanti tau-tau nanjak aku bawa bajunya buat ngemall”.

“Yaudah, pokoknya kamu siapin aja baju yang cocok untuk wisata alam dan urban,” ujar masse nyerah.


Pada akhirnya nanti, gue akan sadar suatu hal. Apa makna sebenarnya dari ‘kejutan’ dalam sebuah perjalanan yang dimaksud mas. At least... dimulai dulu lah yaa ceritanya. So, let’s get started!


Beruntung ada promo dari KAI, nah tipsnya juga kalau memang mau holiday on budget, up to date** sama promo tiket kereta/pesawat. Terus cari tanggal yang pas deh. Biasanya info promo itu ngga mungkin dadakan, pasti dari berbulan-bulan sebelumnya udah diblast. **Which means tungguin aja dulu promonya supaya bisa jalan-jalan! hahaha

--






Minggu, 10 September 2017

Peluit panjang semboyan 41 telah dibunyikan, pukul 16.15 kereta Argo Sindoro melaju membawa kami berangkat dari stasiun Gambir menuju stasiun Semarang Tawang. Hari itu kami berangkat tak hanya berdua. Ada sepasang suami-istri yang juga baru melangsungkan pernikahan di tanggal yang sama dengan kami. Dia adalah rekan sesama guru di tempat mas ngajar, SMA Muhammadiyah 13 Jakarta. Double honeymoon, name it!


Bersyukur, hanya dengan seratus ribu rupiah, kami bisa naik kereta kelas eksekutif. Tanpa promo kereta ini dikenakan tarif Rp 500.000 !!


Sekitar jam 10 malam, kami akhirnya tiba di stasiun Semarang Tawang. Beberapa saat sebelum kereta sampai di pemberhentian terakhir, kami sudah booking hotel via aplikasi Reddoorz.com.

Keuntungan menggunakan layanan hotel budget adalah: mereka punya standar mutu fasilitas. Lengkap dan ngga berlebihan untuk sekedar bermalam dengan nyaman. Ngga perlu mahal, toh cuma semalam, karena keesokannya kami akan langsung menuju Jogja~ (btw karena kelamaan ngedit ini blog gue lupa dongg rate hotelnya!😅 yang jelas ngga lebih dari 200k sih…)


Maka setibanya kami di Semarang, kami langsung bergegas menuju hotel dengan grabcar. Nah, ini enaknya jaman now. Udah ada armada online yang masuk ke Jawa kaya, jadi sangat memudahkan & melancarkan banget untuk traveling.


Selepas check-in di hotel Reddoorz @ Sultan Agung alias Hotel Elizabeth, kita keluar untuk mengisi perut yang kelaparan. 6 jam ngga ketemu nasi huhuhu... ah dasar Indonesia!

PS. cuma makan pecel ayam aja, bersyukur masih ada yang buka (karena saat itu jam sudah hampir menuju pergantian hari).


Senin, 11 September 2017

Hari masih cukup pagi dan kami sudah dalam perjalanan menuju Lawang Sewu. Icon paling hits-nya Semarang.


Roti sobek sisa bekal untuk di kereta menjadi pengganjal perut kami pagi itu. Kalau Aji-nama teman mas- dan istrinya, entahlah apa mereka sudah mengganjal perutnya atau belum.


Dengan grabcar kami menuju Lawang Sewu. Ini kali pertama aku ke Lawang Sewu, walaupun sebenarnya aku orang Semarang-turunan dari ayahku. Aku ngga pernah mau ke Lawang Sewu, honestly... Habisnya, selama ini kan Lawang Sewu terkenal dengan kemistisannya.

Aku baru tahu (setibanya di sana), kalau Lawang Sewu itu sebenarnya adalah museum Kereta Api-nya KAI. Kukira... bangunan ini merupakan Rumah Susun peninggalan zaman Belanda. haluuuuu banget gue! Bisa-bisanya kepikiran rumah susun 1000 pintu yang dihuni oleh 1000 KK 😂


Lawang Sewu yang tak lagi horor...
Pemugaran Lawang Sewu dikerjakan pada tahun 2008-2011


Waktu kesini, ada beberapa spot yang rasa-rasanya masih terasa hawa mistisnya, haha. Overall, tempat ini udah keren banget sekarang!

Yang paling berkesan adalah miniatur kereta zaman old yang menggemaskan! Pokoknya mesti ngajak Rafa kesini, pasti dia seneng banget!

Tapi ngeri juga ding kalau ajak Rafa. Nanti minta dibawa pulang bisa gawat😅

(((GEMES)))
pengen bawa pulang juga buat dipajang😆

Banyak juga spot untuk ngambil foto yang ciamik! Sayangnya waktu itu sikonnya lagi lumayan ramai, jadi malu buat foto...
#milenialsyangpemalu

engineering candid is my styleee~

Oh iya, baiknya kesini kalau sore-sore gitu, ketika cahaya matahari lagi syahdu~ supaya ngga silau dan over contrass pas lagi foto-foto.

Naik sampai ke lantai paling atas alias loteng-nya Lawang Sewu.
Semacam lapangan tenis gitu masa (?)
Nggak berani foto-foto pun stories-an waktu di sini karena khawatir... ada penampakan!😂

Akhirnya setelah puas menjelajah setiap sudut gedung yang ternyata tidak berpintu seribu itu, kami pun kembali menuju hotel. Naik grabcar lagi tentunya.

Jadi, lawang dalam bahasa Jawa artinya adalah pintu. Karena gedung ini memiliki banyaaak sekali jendela yang besar-besar sebesar pintu... maka akhirnya masyarakat menyebut gedung ini Lawang Sewu.

---

Pulang dari Lawang Sewu kami dirundung rasa lapar. Awalnya, kami ngga mau makan di hotel tapi akhirnya kami memilih makan di hotel. Karena di sekitaran hotel harganya jauh lebih mahal daripada di hotel😅 (Udah masuk dan duduk di salah satu rumah makan sop iga dan keluar lagi wkwkwk).


Kenapa ngga mau? Karena kita underestimate rasanya ngga enak. Kalau harganya kita udah tahu karena di kamar ada menu-nya. Standar untuk harga hotel lah.


Kita akhirnya pilih menu breakfast nasi goreng sama telor ceplok. Beyond expectation! Ngga nyangka kalau rasanya enak dan porsinya cukup besar. Harganya Rp 25.000/porsi.

Satu hal yang nyenengin adalah, ada teh yang bisa kita seduh secara gratis maupun air putih yang bisa kita isi ulang sepuasnya dengan cuma-cuma.


Of course kita ngga pesen minum hahaha kalau ada yang gratis kenapa harus bayaaar #dasarnggamodal (tapi kalau es teh bayar ya wkwkwk) PS. Bahkan aku sengaja balik ke kamar di sela-sela kita makan buat ngambil botol minum supaya bisa direfiil.


Selesai makan, kita langsung berkemas dan check out dari hotel Elizabeth. Waktu hampir menunjukkan pukul 12 tepat saat itu dan kita memutuskan naik trans Semarang menuju terminal Terboyo. Tarifnya Rp 7.000/orang.


---

Belum jam 1 siang waktu kita sampai di terminal pusat kota Semarang tersebut. Sementara bis yang akan membawa kami menuju Jogja baru ada pukul 1 siang. Sepertinya kami menunggu selama 30-45 menit (lupa) sampai bis datang.


Kami kemudian naik bis patas AC Nusantara dengan tarif Rp 55.000/orang. Perjalanan yang ditempuh kurang lebih 4 jam dari terminal Terboyo-Semarang menuju terminal Giwangan-Jogja.


Baiklah~ sampai di sini dulu yaa. Sampai bertemu di part II 😉 P.S. Sayangnya flashdisk-nya hilang jadi hilanglah semua fotonya hiksss kecuali yang pepotoan pakai kamera hp :"

Akhirnyaaa salah satu wishlist kesampean!
Berfoto di depan menara utama Lawang Sewu.
Sayangnya kita kesini di waktu matahari sedang menunjukkan kegaharannya.
Jadinya mukaku mengkerut nahan silau!😂
(ngga usah di zoom please haha)

Jumat, 21 Desember 2018

Puisi untuk Sahabat Terbaik (My Sohibnesia)

Maka lihatlah siapa yang terus membersamaimu di kala engkau berlari kemudian terjatuh hingga kembali berlari. 

Lihatlah siapa yang ketika engkau ingin berbagi kebahagiaan padanya,

ia (mereka) menghilang,

tapi justru paling khawatir mencarimu ketika engkau menghilang karena terlalu sungkan berbagi duka.

Maka aku sangat bersyukur, dalam rotasi kehidupanku,

selayaknya bulan yang selalu menerangi bumi di kala malam,

Allah anugerahkan mereka yang tetap menerangiku di kala gelap menyelimuti.
Bukan sekedar membantumu berdiri, tapi yang menasehatimu agar tak terjatuh lagi.

Jika ada pepatah yang mengatakan perempuan ada di balik kesuksesan laki-laki, maka di balik perempuan, adalah sahabat yang selalu mendukung & menguatkan💖

Jazzakumullahu khairan katsiran, thank you for loving me unconditionally, i love you my Sohibnesia

Syaw - San - Kun - Chan - Man - Tha

Dipersatukan Setelah Saling Mengikhlaskan

Yang masih tak disangka-sangka... ku bisa bertemu dengan dia... lagi... Alhamdulillah... kami dipersatukan bukan lagi dalam keadaan baru bangun tidur. Tapi sudah sama-sama mandi, sudah sama-sama dandan. Sudah sama-sama memantaskan diri menjadi lebih baik... Insyaa Allah

(Sebelumnya... kisah ini ditulis tanpa bermaksud apapun ya. Tanpa bermaksud kami merasa sudah baik, atau lebih baik, kami sama sekali tidak merasa benar. Tetapi kami sungguh bersyukur, betapa Allah izinkan kami untuk memantaskan diri, mematangkan diri untuk akhirnya benar-benar dipersatukan. Berharap semoga melalui kisah ini, ada ibrah yang dapat dipetik. Selamat membaca~)

*****

Aku ngga menaruh harapan besar waktu kamu dan orangtuamu akhirnya datang ke rumah.
Yang aku pikirkan adalah: Ini pasti ujian apakah aku sudah mantap berhijrah belum? apakah aku akan tergoyahkan lagi?

Karena satu tahun sebelumnya kami sudah upayakan segala cara untuk menikah... namun Allah tak izinkan. Kami pun memilih untuk saling mengikhlaskan. Siapa sangka di kemudian hari Allah kembali persatukan?

Hari itu... entah kenapa aku bilang, "Iya aku siap," saat ayah dan ibumu bertanya, apakah aku siap jadi istrimu?

Aku sebenarnya malah ragu...

Sahabat-sahabatku yang bertanya, kenapa kuterima lamarannya? Aku menjawab: Aku nggak tahu.

Aku juga bertanya kepada diri sendiri, kenapa? Aku juga bertanya sama Allah, kenapa? kok dia lagi. Aku sudah memantaskan diri, tapi kenapa dia lagi?

Tapi... semakin aku istikharah, justru semakin dipermudah jalannya. Rencana lamaran yang mestinya sehabis lebaran malah maju satu bulan. Tiba-tiba saja.

Kami cuma punya waktu 2 bulan untuk mempersiapkan (malah tadinya 1 bulan tapi keluarga mas minta diundur karena terlalu mepet, untunglah😅)

Semuanya terjadi terlalu tiba-tiba... Padahal sebelumnya Ayah sudah ketuk palu tidak mengizinkan aku menikah sama mas.

Masya Allah... memang kalau Allah sudah berkehendak... kita bisa apa? Allah is the greatest planner.

Aku teringat nasehat dari seorang sahabat...
Jodoh itu ada 2 macam. Baik dan Buruk. Allah memberikannya tergantung cara kita dalam mengambilnya. Mau diberikan secara lembut, atau dilemparkan penuh amarah?

Kalau caranya benar, insya Allah berkah pernikahannya. Kalau caranya salah... na'udzu billahi min dzaalik... 

Setahu kita sih... memang diberi sesuai keinginan kita.
Ternyata... Allah bukan memberikan dengan uluran lembut penuh keridhaan... tapi dilempar ke wajah kita penuh amarah dan laknat,
"Nih ambil! Terserah mau jungkir, mau nyungsep, ambil aja!"
Astaghfirullaahal 'adziim

Entahlah... dari pengalaman yang kami lalui, aku bersyukur & berhusnudzan thinking aja (semoga) Allah memang menuntun kami supaya melalui jalan yang benar.... wallahu a'lam bisshawab

Tetapi, yang justru paling kusyukuri adalah... ternyata dia sudah berubah menjadi jauh lebih baik... lebih baik daripada aku yang merasa sudah menjadi baik 'kok bisa-bisanya dipertemukan orang yang dulu lagi'...

Maafkan aku mas... sempat meragukanmu❤ Jodoh memang cerminan diri. Walaupun jodohnya tetap itu-itu juga, kalau kita sudah memantaskan diri tentunya bayangan di dalam cermin juga berubah seiring perbaikan dalam diri kita.

Ibarat kita udah dandan, ya keuleus di cermin bayangannya belum dandan?


akhirnya sejak 9 September 2017 lalu, kami telah sah menjadi sepasang suami istri💘

Sesederhana Itu

Bagi perempuan, cinta adalah perlakuan. perhatian. kasih sayang. kabar-kabar. pertanyaan.

Sesederhana ungkapan selamat pagi. Selamat tidur.

Sesederhana kecupan lembut dan manis yang tak terduga.

Sesederhana pelukan yang dimulai bukan dari sang perempuan.

Sesederhana sarapan yang telah dihidangkan, sekali kali atau seringkali (tentunya akan lebih membuat si perempuan bahagia~)

Sesederhana kabar yang datang dari orang yang dicintainya.

Sederhana memang, tapi begitulah kesederhanaan pikiran wanita untuk merasa ia dicintai.

#bukuharianSarah

Kamis, 20 Desember 2018

Kapan berhijab?

"Hijabmu adalah harga matimu - muslimah yang sudah baligh".


Aku sendiri sudah di'paksa' berhijab sejak aku masuk Taman Kanak-Kanak. Ada sebuah momen yang paling kuingat kala itu. Tapi sepertinya aku sudah SD.

Aku menemani mama ke sebuah bank, dan pada saat nomor antrian mama terpanggil, aku yang disuruh mama maju ke teller.

Saat itu, teller yang juga berhijab bertanya padaku, "Pakai jilbab disuruh mama atau kemauan sendiri?"

"Ha?"

"Iya, kamu pakai jilbab karena disuruh mama atau memang kamu pengen pakai?"

dengan sangat jujur -dan malas- aku menjawab: "Disuruh mama".

"Wah berarti mama-nya sayang sama kamu".

Aku tertegun... dan sejak saat itulah aku bertekad, pokoknya aku ngga boleh lepas jilbab!

Tapi... sayangnya, saat aku memasuki masa puber, aku mulai centil. Jilbab jadi semacam gorden saja, buka-tutup. Pakai cuma kalau ke sekolah saja.

Sampai akhirnya, saat aku mau masuk SMA -SMF ding- mama bertanya padaku, "Kamu mau pakai kerudung ngga?"

"Ha? Ya pake lah"

"Kalau pake, pake. Kalau nggak, nggak. Sekarang kamu udah SMA, udah bisa nentuin sendiri. Dulu mama suruh kamu pakai jilbab, karena dosa kamu masih tanggung jawab Mama. Sekarang kamu juga udah baligh, dosamu udah kamu yang nanggung," ujar mama... yang kembali membuatku tertegun + tertohok. Aku sampai merenung, menimbang...

Pada akhirnya aku memutuskan tetap berhijab, dengan kemantapan hati untuk tidak lagi jilbab gorden... Alhamdulillah... jazzakillahu khoiro Ma...

Begitulah... ceritanya 😄

Salah Siapa?

Kadang kita mudah mem-bemper-kan segala kegalauan hati akibat ulah sendiri kepada Allah.

Apakah syaithon jika mengajak kesesatan pada manusia harus izin dulu pada Allah?

Apakah benar, baik dan buruk datangnya dari Allah?

Tidak. Itu semua itu adalah pilihan kita sendiri, memilih yang baik atau buruk. Hidup adalah pilihan.

Maka berhati-hatilah dalam menentukan pilihan.

Yang tidak Allah ridhoi suatu saat akan datang azab-Nya.

Yang Allah ridhoi tentu akan terasa berkah-Nya.

#bukuharianSarah

Pertemuan (Denganmu...)

Jujur, dari lubuk hati yang terdalam, aku seperempat hati datang ke momen itu. I’m swear, kalau ngga karena ngga enak sama sahabat sendiri dan kalau aja 'dia' ngelarang aku datang, aku pasti ngga akan kenal sama orang itu, pikirku.

Hari itu seharusnya aku pergi bersama dia yang saat itu berstatus sebagai pacarku.

Tapi, siapa yang bisa tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari?



Secara singkat akan aku ceritakan kisah pertemuanku dengan masse (walaupun tetap akan jadi panjang😅). Cerita ini tidak dilebih-lebihkan, tapi memang dikurangi bagian-bagian yang terlalu privasi

Bisa dibilang, aku sudah kenal namanya sejak tanggal 16 Mei 2015, karena kami satu grup dalam sebuah kegiatan pelatihan relawan. Dari acara tersebut pula, pertama kalinya Allah pertemukan kami.

Kami hanya saling mengenal nama sampai suatu hari di bulan September*. Aku mendapat tugas liputan sebuah kegiatan mitigasi kebencanaan yang diselenggarakan oleh sebuah Lembaga Kemanusiaan-yang mana aku menjadi relawan di sana (aku memang berperan sebagai media, tepatnya relawan media dalam organisasi kerelawanan yang kuikuti).

Saat itulah aku bertemu dengannya, yang bertugas menjadi co-trainer di lokasi tugas liputanku (aku benar-benar lupa nama lokasinya, pokoknya sebuah SMA di bilangan Kemayoran).

Untuk pertama kalinya kami bertukar suara. Untuk pertama kalinya kami bercakap dan menjadi lebih mengenal satu sama lain, tak sekedar namanya saja. Ya, itu adalah kebetulan pertama Allah buat kami menjadi lebih mengenal satu sama lain. hehe

Momen pertama kali kenal dengan 'baik dan benar' bukan sekedar nama.
Padahal, kenalnya setelah putus sama pacar, eh malah digosipin selingkuh😐

Sampai akhirnya kami bertemu kembali dalam sebuah kebetulan yang kedua: menuju perpustakaan UI.

Kenapa menuju? Karena saat itu aku memang sedang menuju ke perpustakaan UI, bersama seorang teman yang kupinta untuk menemani.

Ternyata, dia juga sedang menuju ke perpustakaan UI. Bertemulah kami dalam perjalanan menuju kesana (di stasiun UI tepatnya). Yang akhirnya membuat temanku memutuskan langsung pulang (karena sebenarnya aku memaksanya -temanku itu- untuk menemaniku😀).

Pada momen kebetulan kedua ini, tentunya kami menjadi lebih akrab. Entah kenapa aku merasa menemukan kecocokan dalam berdiskusi dengannya.

Dalam dua momen ketidak-sengajaan itulah, akhirnya kami benar-benar menjadi dekat. Tapi bukan dalam artian cinta ya. Kami berdua menjadi teman berdiskusi. Aku bisa menyebutnya partner kritis-ku. Sebab aku akhirnya menemukan manusia yang dapat kutumpahkan pemikiran-pemikiran kritisku.

Kadang-kadang kami berdiskusi atau berdebat via chat. Tidak sering. Kadang-kadang yang sangat jarang. Kalau ada topik yang sedang hangat saja. Itupun lebih seringnya aku mengabaikan chat-nya. haha

Mas bilang, hal inilah yang bikin mas penasaran sama aku. Kok bisa ada cewek sejutek dan se-flat itu. Harga diriku terluka! katanya... karena seringnya hanya ku read wkwkwk (padahal gebetan-gebetan dia selama ini cepat bertekuk lutut. Idiiih sorry lha yaw emang kita cewek apaan!)

Sampai di suatu hari yang masih kuingat tanggalnya... 4 Oktober 2015. Hari itu, untuk pertama kalinya kami bertemu tanpa suatu ketidaksengajaan. Kami bertemu dengan sengaja. Dia mengajakku melihat terbenamnya matahari di pantai Mutiara.

Sepulangnya, kami mampir di sebuah kedai kopi (lupa namanya). Di sinilah... dia melamarku.

Aku bengong-sebengong-bengong-nya saat mendengarnya meminta ku menjadi... apa?! istrinya???

Melihat kebingungan di raut wajahku, dia mengulangi pernyataannya. Bahwa dia yakin dan mantap, telah menemukan sosok penyempurna agamanya. Meski baru 1 bulan kami mengenal satu sama lain.

"Selesaikan saja dulu skripsimu, baru kemudian kita bicarakan lagi. Kalau memang serius, datangilah orangtua saya," ujarku sekedarnya.

Percaya ngga, kalau di kedai ini saya dilamar? 

Ternyata.... Dia benar-benar langsung datang menemui orangtuaku! dan setelah nikah aku jadi tahu kalau manusia ini memang sifatnya nekat!

Akhirnya... kami berkomitmen untuk menikah di tahun 2016. Namun sayangnya... jalannya tak mulus... yah aku sadar... baik aku dan dia memang telah bergeser niatnya. Kami mulanya sama-sama sedang berhijrah kala itu, dan kami sadar kami telah menyimpang...

Meskipun kami tidak pernah benar-benar pacaran (karena kalau dia memintaku jadi pacarnya pasti kutolak!), kami mengakui... kedekatan kami terlihat seperti orang pacaran. Sampai-sampai dicibir: Ta'aruf rasa pacaran. haha

Karenanya... kami bersyukur, Allah pisahkan kami. Tahun 2017 seharusnya menjadi tahun move-on bagi kita berdua yang gagal menikah.

di ujung tanduk usaha kami, dia bertanya,
"Kamu pilih siapa? Aku atau orangtuamu?"
Tentu saja aku ingin menjawab kamu! Tapi aku ingat sebuah nasehat, bahwa dalam pilihan sulit apapun itu pilihlah Allah. Maka, aku pun menjawab...
"Maaf, aku pilih orangtuaku".
"Baiklah... mari kita hentikan komitmen ini sampai di sini," ujarnya...
Betapa sedihnya aku saat itu... aku merasa kecewa dan marah pada orangtuaku. Alasan mereka hanya karena mas tidak mapan... tapi bagaimanapun juga aku adalah anak. Ridho Allah masih bergantung pada ridho orangtua...

Gagal menikah dengannya, orangtuaku lantas mengupayakan perjodohan-perjodohan untukku... yang memang sudah mereka rencanakan rupanya. Tapi entah kenapa tidak ada yang sreg di hatiku, meski aku sudah melakukan istikharah.

Sampai akhirnya kukatakan kepada mereka, aku belum mau menikah. Aku baru sadar, sepertinya aku sedang diuji kemantapan dalam berhijrah... Aku juga jadi sadar kalau sebenernya aku belum siap nikah. cuma pengen aja...

Dan yah... aku sedang menikmati masa-masa move on saat tiba-tiba... dia diperbolehkan datang untuk melamarku bersama kedua orang tuanya.

Akhirnya, di bulan September tahun 2017 kami menikah. Alhamdulillah, insyaa Allah proses yang dilalui benar. Bukan lagi taa'ruf rasa pacaran. hehe

Begitulah kisahku. Maaf kalau terkesan drama, aslinya jauh lebih drama😂 (kalah deh sinetron wkwkwk) tapi begitulah adanya~ (lanjutannya silahkan baca di sini)

*mungkin inilah yang dinamakan... pacar itu... menghalangi jodoh yang sebenarnya. Tapi mau gimanapun dihalangi, kalau Allah sudah tentukan jodoh kita siapa.. kita bisa apa? Tinggal cara kita ngambilnya aja... mau diulurkan dengan mesra oleh-Nya, atau dilempar dengan penuh amarah dan laknat-Nya?


ujian yang Allah berikan membuat kami kini benar-benar saling menghargai.
Hmm... mungkinkah Allah sengaja belum kasih kita anak karena nyuruh kita bersenang-senang dulu?
(ujian mau nikahnya udah dikasih berat banget soalnya😂)