Jumat, 13 September 2019

Perdana ke Klinik Yasmin, RSCM Kencana (Kontrol 1)

-prolog dulu yaa-

Begitu aku sudah merasa siap mental untuk melakukan pemeriksaan Lab, aku langsung mencari laboratorium mana yang dapat mengakomodir seluruh tes lab yang aku butuhkan ((banyak soalnya)). Setelah mencari referensi sana sini, akhirnya aku memutuskan untuk cek lab di RSUD Pasar Rebo. Murah & lengkap (acuanku karena mesti cek TORCH lengkap dan di RSUD ternyata cuma Rp 800.000 sementara yang lain berkisar 3 jutaan). Aku pun datang ke laboratorium RSUD Pasar Rebo dan mendaftarkan diri. Tetapi... karena sudah terlalu jauh waktunya, aku harus melakukan general test ulang, yakni konsul ke dr. kandungan dan melakukan USG transV lagi untuk mengecek keadaan rahimku.

Berhubung aku sudah krisis kepercayaan dengan dr. kandungan, aku browsing dulu siapa obgyn di RSUD Pasar Rebo yang recommended. Sayangnya entah kenapa nggak ada yang sreg aku nggak nemuin rekomendasi dr. kandungan yang sesuai kebutuhanku. Harusnya sih ke obgyn lamaku alias dr. Kartika Hapsari yang memberi surat rujukan tersebut. Tapi jauh. Lokasi prakteknya di Tomang (dipilih karena dulu yang terdekat dengan rumah mertua. Sebab dulu aku masih tinggal di rumah mertua).

walaupun nantinya hasil lab pasti kuserahkan ke dr. Kartika juga sih. Tapi, dipikir-pikir kok ribet ya. Aku mesti bolak-balik dan ke banyak tempat pula. Soalnya ada tes yang nggak tersedia di lab. RSUD Pasar Rebo. Jadi aku harus cari lab. lain untuk tes yang nggak tersedia RSUD Pasar Rebo.

Akhirnya, karena pertimbangan nggak mau ribet, terbersit ide untuk mulai promil dari nol langsung sama ahli-ter-ahli-ahlinya masalah kandungan seperti yang kualami. Aku sudah tahu harus kemana, Klinik Yasmin RSCM Kencana. Sebenarnya, sejak keguguran kedua aku ada wacana untuk kesini. Tapi aku malah takut. Lagipula mahal juga biayanya, 2x lipat dari dr. kandungan 'byasa'... pada akhirnya aku mantap kesini demi pengobatanku (agak menyesal kenapa nggak dari keguguran kedua aja ya... tapi ya udah qodarullah)

Aku juga sempat bingung mau pilih dokter siapa ya? Expert semua nih Lalu aku cari lagi review dari masing-masing dokter. Pilihanku jatuh di antara dua, yakni dr. Budi Wiweko atau dr. Kanadi. Akhirnya feeling aku merasa lebih sreg dengan dr. Budi Wiweko. Langsung saja aku buat appointment online untuk konsultasi dengan beliau.

-prolog end-


Kontrol ke1•

Ini adalah draft yang baru sempat ku-edit sekarang. Kisah tentang pertama kalinya aku ke klinik RSCM Kencana. Saat itu aku sama sekali tidak tahu aku sudah dalam masa pra-hamil. Yang aku tahu, aku baru selesai menata hati dan memberanikan diri untuk memulai terapi pengobatan keguguran berulang...

Banyak yang tanya waktu aku share fotonya, Apakah aku mengambil program hamil?

Bisa dibilang begitu. Tapi sebenarnya fokus utama ku untuk mencari solusi atas keguguran berulang yang kualami. Supaya tuntas masalahnya dan siap hamil dengan aman, selamat, lancar, barokah.
Tapi, karena klinik Yasmin Kencana RSCM ini memang khusus menangani masalah fertilitas dan misi utamanya adalah membantu pasutri untuk mendapatkan momongan. Jadi sekalian aja promil. Nanti, setelah pengobatannya selesai.

Hari itu, Sabtu, 15 Juni 2019, untuk pertama kalinya aku berobat ke RSCM Kencana. Setelah registrasi sebagai pasien baru, kami langsung diarahkan menuju lantai 4. Poli kandungan, Pusat Layanan Terpadu Gangguan Haid dan Kesuburan, as known as Klinik Yasmin Kencana


Betapa kagetnya kami begitu pintu lift terbuka dan melihat ruang tunggu sudah sangat ramai. Atmosfer-nya cukup mencekam.... sunyi dan tenang. Sangat berbeda dengan poli kandungan lain-lain yang aku kunjungi, dan ini lebih baik.

First impression, aku langsung sangat merasa nyaman di klinik ini. Aku nggak terdampak secara psikologis melihat pasien lain dengan perut buncitnya. Tidak perlu merasa terintimidasi dengan pendar-pendar kebahagiaan para pasutri yang sedang mengontrol buah hati mereka... bukan aku iri ya, tapi rasa nyesek mah suka nyelip-nyelip pasti haha

Bagaimana prosedur di RSCM Kencana? Buat janji dengan dokter yang akan didatangi minimal H-1. Kemudian (pada hari perjanjian) setibanya di RS, registrasi sebagai pasien baru di lantai 1. Begitu masuk di sebelah kanan pintu ada ticket machine, pencet 'Pasien Baru' dan kemudian nomor antrian akan keluar. Tunggu dipanggil, saat dipanggil kita ke meja admission (foto di atas adalah saat aku menunggu antrian). Nanti akan dibuatkan kartu pasien, baru setelahnya kita langsung ke poli yang kita tuju.

Karena aku ke poli kandungan, aku langsung menuju lantai 4 lokasi Klinik Yasmin. Sesampainya di atas, konfirm ke suster di front office kalau kita pasien baru. Kemudian tunggu dipanggil lagi dan kita akan ditanya alasan kita ingin konsul.

P.S. untuk kontrol selanjutnya prosedur-nya masih sama. Tetap registrasi di lantai 1 tetapi sebagai pasien lama (pencet 'pasien lama' pada ticket machine). Nanti akan dibuatkan semacam konfirmasi kehadiran ke poli yang dituju. Tapi tetap konfirm ke susternya kalau kita mau konsul. Biasanya akan ditanya, "Sudah mendaftar di bawah?". Lalu tinggal menunggu nama kita dipanggil deh.

Di sini, kurang lebih semua pasiennya bernasib serupa tapi tak sama denganku. Bahkan saat suster menanyakan keluhanku apa, dia cuek aja mendengar kalau aku sudah keguguran 4x. Udah B aja kalau di sini mah ya😅 Padahal di poli kandungan lain lain yang kukunjungi susternya pasti kaget ((banget)).

"Waduh Bu, turut prihatin. Kandungan lemah mungkin, mesti bedrest total itu Bu".

"Udah takdirNya Sus, saya juga bedrest tapi malah jadi stress".

"Jangan stress Bu, dijaga makannya juga".

"Iya".

Tapi kalau di Klinik Yasmin Kencana, nggak ada tanggapan seperti itu. Aku senang...

Akhirnya, setelah kurang lebih 3 jam kami menunggu antrian, kami masuk ke ruang konsultasi. Ternyata, konsultasi dengan dr. Budi Wiweko sangat kilat! haha tapi penjelasan beliau singkat, pada, dan sangat jelas sih. Beliau juga sangat ramah! Pertama-tama, aku menceritakan latar belakang masalah kehamilan yang sudah kualami. Lalu aku langsung di-USG Transvaginal. Saat dicek Alhamdulillah kondisi rahimku bagus. sel-sel telurku juga bagus. "Bagus kok," kata dr. Budi. Aku menghela napas lega, tapi insecure juga. Tuh kan selalu nggak ada masalah, terus kenapaaa?

Fyi, khusus perempuan, kalau kalian mau promil langkah pertama yang harus kalian lakukan adalah general test, yakni memeriksa kondisi rahim & sel telur kalian dengan USG Transvaginal. Dari pemeriksaan tersebut dokter akan menyarankan hal-hal apa yang mesti dilakukan selanjutnya untuk promil.
"Mungkin karena stress nggak Dok? Karena kejadiannya selalu pas saya lagi di luar kota," tanya masse. wqwq hamil posesip. Nggak boleh jauh dari sesebapak.

"Saya kira bukan Pak. Kemungkinan ini masalah kromosom," jawab dr. Budi.

"Terus solusinya gimana Dok?" tanya masse lagi. Awas kalau cuma nyuruh perbaikin gaya hidup. Gue tebalikin nih mejanya! Udah bela-belain jauh, mahal pula🤣

"Tes kromosom ya. Ibu juga cek darah, bisa juga ada kelainan dalam darah. Bapak cek sperma & kromosom".

Jadilah kami pulang dengan seberkas surat pengantar pemeriksaan laboratorium untuk:
1. Cek darah, AMH & Prolaktin (aku)
2. Analisa sperma & kromosom sperma (masse)
3. Analisa kromosom pasangan
Totalnya ada 6 pemeriksaan lab yang harus kami lakukan. Aku 4 macam tes, dan masse 3 macam tes. Waduww

Aku juga diberikan obat Zithromax 500mg hanya 2 tab sekali minum, dan vitamin Fetavita untuk 1 bulan.

___

Jujur, selama ini aku masih suka menyalahkan diri atas keguguran demi keguguran yang kualami. Literally... ngerasa nggak becus ngejaga kehamilan aku...

Tapi hari ini (Sabtu 15/6 kemarin tepatnya), akhirnya aku baru bisa bernapas lega. Ini bukan salahku, bukan salah siapa-siapa, apa yang kualami murni karena kehendak Allah.

kehendakNya bahwa ternyata, entah di tubuhku atau masse atau kami, mungkin ada kelainan kromosom/abnormalitas genetika. Karenanya mengakibatkan keguguran berulang. Sampai kapanpun akan terus berulang kalau tidak diobati. Wallahu a'lam bisshawab. Manusia hanya berikhtiar Allah yang berkehendak.

Hmm, sebenarnya semua obgyn-ku ((wqwq banyak)) memang mendiagnosa kalau kemungkinan terbesarnya adalah kelainan kromosom.

Aku belum nalar masalah kelainan kromosom tuh kek mana sih. Sesampainya di rumah aku langsung cari tau dengan tanya ke Google lah, kemana lagi, haha

Tangisku tertahan begitu aku tau apa kelainan kromosom. Tapi bukan sedih, aku justru sangat bersyukur... masya Allah, ternyata Allah memang baik banget...

Seandainya Allah biarkan calon-calon anakku bertahan hidup, mereka sangat mungkin lahir dengan down syndrome, atau kelainan jantung bawaan, dan kemungkinan-kemungkinan kelainan organ lainnya hingga kanker dari lahir.

Allah baik... Allah lindungi kami, dan insyaa Allah semoga apa yang menimpa kami dapat menjadi tabungan untuk di akherat kelak. Aamiin...

___

Selama ini kami cuma disuruh perbaikin pola hidup, pola makan, makan makanan yang meningkatkan kualitas sperma & sel telur. Para obgyn-ku sebelumnya tidak salah. Perbaikan pola hidup memang solusi kalau, kelainan genetika yang terjadi akibat gaya hidup. Tapi kalau sudah bawaan, solusinya tidak sesederhana memperbaiki gaya hidup saja. Ada tindak lanjut khusus untuk menangani genetik yang abnormal.

Bukan berharap mau beneran ada kelainan genetik. Berharap ya semoga nggak. Kan masih kemungkinan... Pokoknya tetap husnudzan thinking. Hanya Allah yang dapat memudahkan maupun mempersulit suatu urusan. Yakin & ikhtiar, Lillahi Ta'ala.

Percaya saja Allah sedang mempersiapkan sebaik-baiknya bibit keturunan untuk dianugerahkan kepada kami. Aamiin

Kasusku ini ibarat kepingan puzzle yang tidak utuh, misalnya salah satu kepingnya hilang atau rusak. Mau disusun dengan cara apapun juga nggak bakal sempurna kecuali keping yang hilang tersebut ditemukan atau diperbaiki atau dibuat yang baru.

Insyaa Allah dalam waktu dekat kami akan melakukan tahap demi tahap pemeriksaan. Mohon doanya semoga lancar, semoga hasilnya baik..... namun, takdir berkata lain. Kami tidak perlu melakukan serangkaian pemeriksaan itu... karena aku, hamil. Alhamdulillah, sujud syukur karena ketakutanku tidak terjadi. Tidak ada kelainan genetika. Semua berjalan lancar & normal. Masya Allah Tabarakallah (kisahnya baca di sini ya: kontrol kedua (dadakan) gegara aku hamil lagi!)

Pregnancy and Depression (Kehamilan dan Depresi)

Sebelum masuk ke curcolanku, aku mau sharing dulu sebuah kisah... yang terilhami dari kasus-kasus semacam itu dan ironinya, banyak terjadi di seluruh belahan dunia ini.

PEMBUNUH
Oleh : Santy Diliana

Dia tidak tahu bahwa kecelakaan itu bukan kesalahannya. Yang dia tahu, semua orang menudingnya sebagai seorang pembunuh.

"Apa yang Ibu rasakan sekarang?"

Kay terdiam. Dia menatap ujung jari kakinya yang terbalut kaus kaki cokelat muda. Sementara itu, wanita berkacamata di hadapannya masih tersenyum, sabar menunggunya bercerita. Hening. Hanya suara detak jarum jam yang terdengar di telinga keduanya.

"Lega," lirih Kay memecah kesunyian.

"Lega?"

Kay mengangguk. "Lega, karena saya sudah mengirimnya ke surga. Lega, karena dia tidak akan pernah merasakan panasnya neraka. Lega ... karena dia tidak akan merasakan dibesarkan oleh ibu yang jahat dan tidak becus ... seperti saya."

Kedua bahu Kay mulai bergetar, matanya mulai terasa panas. Beberapa saat kemudian, pandangannya kabur oleh air mata yang tak lagi bisa dibendung. Kay akhirnya bisa menangis. Tangis pertamanya setelah kejadian mengerikan itu. Wanita berkacamata itu segera mengambil selembar tisu dan memberikannya kepada Kay. Satu tangannya yang lain terulur untuk menepuk lembut bahu Kay.

"Nggak apa-apa, Ibu boleh menangis sampai lega," ujarnya. "Tumpahkan semuanya."

Kay semakin terisak. Di satu sisi, dirinya merasa aman berada di tempat itu. Wanita berkacamata yang tadi sempat membuatnya takut, justru memperlakukannya dengan lembut. Tidak ada penghakiman atau cibiran seperti yang dia dengar selama ini.

"Maaf, kalau saya boleh tahu, apakah ibu mengharapkan kehamilan itu?" tanya wanita berkacamata, ketika dilihatnya Kay sudah lebih tenang.

"Saya dan suami memang tidak berencana menunda kehamilan." Kay menyeka matanya dengan tisu yang sudah lembab dan kusut. "Tapi ...."

Kay menunduk, tidak melanjutkan perkataannya.

"Tapi?" Wanita berkaca mata kembali bertanya dengan hati-hati.

"Tapi saya takut. Takut sakit saat melahirkan. Takut tidak mampu merawat bayi itu," jawab Kay.

"Suami ibu mengetahui ketakutan itu? Ibu pernah mengungkapkannya kepada suami?"
Kay mengangguk pelan.

"Lalu, apa respon suami?" Wanita berkacamata itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

"Kata suami, saya terlalu lebay. Wanita-wanita lain bahagia menyambut kehamilan, seharusnya saya juga begitu." Kay menirukan perkataan suaminya beberapa bulan lalu.

"Setelah itu?"

"Setelah itu, saya menelan sendiri ketakutan-ketakutan saya. Saya tidak lagi bercerita soal itu kepada suami." Kay menggaruk-garukkan ujung kuku jempol kanan ke jari-jemari tangan kirinya.

"Tidak ada orang lain lagi yang bisa ibu jadikan tempat berkeluh kesah? Mungkin ibu atau mertua?" Wanita berkacamata itu menatap Kay.

"Ibu saya sudah nggak ada. Ibu mertua tinggal di luar kota." Kay menoleh, lalu menatap ke arah jendela kaca. Dilihatnya seekor burung liar hinggap di sisi luar jendela.

"Kehamilan saya saat itu cukup berat. Saya terus mual dan muntah, bahkan sampai usia kandungan sembilan bulan. Tubuh saya rasanya begitu lemah. Saya nggak bisa ngapa-ngapain. Saya tersiksa." Kay menerawang. "Kata ibu-ibu tetangga, saya hanya manja."

Wanita berkacamata itu menghela napas. Dia memandang iba ke arah Kay. "Lalu, setelah melahirkan?"

"Setelah melahirkan?" Kay berpikir sejenak. "Rasanya seperti mimpi buruk."

"Boleh diceritakan?" Wanita berkacamata itu menyilangkan kedua kakinya.

"Setelah melahirkan dan pulang ke rumah, ASI saya seret. Bayi saya nangis terus. Saya sudah berusaha nyusuin, tapi payudara saya malah lecet. Puting saya sampai berdarah, lukanya bahkan menganga. Saya stress, saya frustrasi." Kay mengingat-ingat waktu awal-awal dirinya baru menjadi seorang ibu. "Setiap ada yang jenguk saya di rumah, mereka selalu bilang kalau ASI saya sedikit, payudara saya kempes, nggak ada isinya. Rasanya saya makin down."

Kay terdiam sejenak.

"Saya kelelahan luar biasa. Hampir setiap malam saya begadang sendirian. Suami tidur karena paginya harus kerja. Bayi saya baru tidur nyenyak di pagi dan siang hari. Sebenarnya saya ingin ikut tidur. Tapi kata mertua dan tetangga, saya nggak boleh ikutan tidur. Nanti darah putih saya naik," lanjut Kay.

"Lalu?" Wanita berkacamata itu mencoba memancing Kay agar bercerita lebih lanjut.

"Lalu, bisikan-bisikan itu mulai datang." Kay menggigit bibir bawahnya.

"Bisikan seperti apa?"

"Ada suara-suara dalam kepala saya. Katanya, lebih baik saya mengakhiri semuanya, lebih baik saya mengakhiri hidup saya, lebih baik, saya mengakhiri hidup bayi saya." Kay kembali terisak.
Wanita berkacamata itu memberi waktu kepada Kay untuk menangis.

"Pernah nggak, Ibu menceritakan soal bisikan-bisikantersebut ke orang lain?"

"Pernah. Ke tetangga yang bantu-bantu saya mencuci dan beres-beres rumah."

"Lalu responnya?"

"Katanya saya hanya kurang iman."

Lagi-lagi wanita berkacamata itu menghela napas panjang. Ada amarah yang tergambar samar di wajahnya. Bukan, amarah itu bukan ditujukan untuk Kay.

"Ibu bisa menceritakan apa yang terjadi hari itu?"

Kay terdiam. Adegan demi adegan kejadian hari naas itu kembali berputar di kepalanya.

"Hari itu saya bertengkar dengan suami. Perkara sepele. Saya ingin dia membantu saya menjaga si kecil, sementara saya tidur. Saya lelah. Saya butuh istirahat. Toh saat itu dia sedang libur." Kay meremas tisu di tangannya. "Tapi dia menolak. Katanya dia juga lelah setiap hari kerja, berangkat pagi, pulang malam. Dia juga ingin istirahat."

Kay berhenti sesaat. Dia butuh menghimpun segenap kekuatannya untuk menceritakan kejadian selanjutnya.

"Suami saya akhirnya tidur. Meninggalkan saya dan si kecil yang menangis terus. Saya lihat bayi saya berkeringat. Saya tahu dia kegerahan. Saya pikir, dia butuh berendam sebentar agar segar dan berhenti menangis."

"Lalu?"

"Lalu, saya membawanya ke kamar mandi. Saya ambil ember mandinya. Saya nyalakan keran. Perlahan, air mulai mengisi ember tersebut." Mata Kay kembali berkabut.

"Saat itu, bisikan-bisikan itu datang lagi. Saya disuruh meletakkan bayi saya di ember agar dia berhenti menangis."

"Kemudian?"

"Akhirnya saya menuruti bisikan itu. Saya letakkan bayi saya di sana. Kemudian saya duduk di lantai kamar mandi, memandangi air yang terus mengalir ke ember." Wajah cantik Kay kini berubah pucat.

"Saya sempat ingin mengambil bayi saya lagi, sebelum air di ember semakin banyak. Tapi bisikan di dalam kepala terus berkata bahwa saya harus membiarkan dia di situ. Itulah satu-satunya cara agar bayi saya tidak lagi menderita karena diasuh oleh ibu tidak becus seperti saya. Itu juga bentuk cinta saya kepada dia. Saya ingin dia bahagia di surga."

Wanita berkacamata itu mulai berkaca-kaca mendengar penuturan Kay. Dia teringat dengan putrinya sendiri di rumah. Naluri keibuannya sontak memberontak mendengar perlakuan Kay terhadap bayinya. Namun, di sisi lain, dia juga tahu, jiwa Kay sedang terganggu. Dia tidak sepenuhnya sadar atas apa yang telah dilakukan. Dalam kondisi normal, tidak mungkin seorang ibu tega menyakiti darah dagingnya sendiri.

"Setelah itu, apa yang Ibu lakukan?" Wanita berkacamata itu menjaga agar intonasinya terdengar seperti biasa. Dia tidak ingin membuat Kay merasa semakin tertekan.

"Ketika air di ember mulai penuh, saya tidak mendengar tangis bayi saya lagi. Bisikan itu benar. Dengan cara itu, bayi saya berhenti menangis," balas Kay. "Saya lalu berdiri dan beranjak menuju kamar. Kemudian saya tidur nyenyak. Nyenyak sekali."

"Lalu?"

"Saya terbangun ketika mendengar teriakan suami saya dari kamar mandi. Dari pintu kamar yang terbuka, saya melihat suami saya menggendong bayi kami. Saya senang, akhirnya suami saya memiliki inisiatif sendiri menggendong si kecil, tanpa saya minta. Setelah itu, saya kembali tidur."

Wanita berkacamata itu refleks membuang muka untuk menyembunyikan air matanya.

"Apakah saat itu Ibu tahu bahwa bayi ibu sudah meninggal?" tanyanya kemudian.

"Bayi saya nggak meninggal. Dia cuma sudah pindah ke surga," jawab Kay.

Wanita berkacamata itu mengangguk-angguk. Dia membuat catatan kecil di bukunya.

"Ada lagi yang ingin ibu ceritakan?" pancingnya.

Kay menggeleng.

"Baik, kalau begitu, sesi kita hari ini sampai di sini dulu." Wanita berkacamata itu mengambil perekam suara di meja.

Beberapa saat kemudian, dua orang berseragam masuk dan membawa Kay meninggalkan ruangan.

"Bu," ujar Kay sebelum meninggalkan ruangan.

"Iya?" Wanita berkacamata itu mendongak.

"Terima kasih karena sudah mendengarkan saya." Kay mengangkat sedikit kedua sudut bibirnya.

Wanita berkacamata yang berprofesi sebagai psikolog forensik itu mengangguk ramah.

Kay berjalan pelan, dengan ditemani oleh dua orang petugas. Kay tidak tahu bahwa kecelakaan itu bukan sepenuhnya kesalahannya. Yang dia tahu, orang-orang menyebutnya pembunuh. Dan, sebagai ganjarannya, dia terancam hukuman penjara selama beberapa tahun ke depan.

Ya, wanita malang itu tidak sadar bahwa mulut-mulut pedas orang-orang sekitar dan ketidakpedulian sang suami, adalah pembunuh yang sebenarnya.

-TAMAT-

#Fiksi
*Terinspirasi dari kasus-kasus ibu dengan PPD (Post Partum Depression) yang membunuh anaknya.
* Baby blues dan PPD, nyata adanya. Jangan sepelekan. Berikan dukungan kepada para Ibu agar tetap bisa berpikir jernih. Jika tidak bisa membantu, setidaknya berhentilah nyinyir.
___

now let's begin to my story~ ((sharing bin curcol))

Sama seperti kisahnya ibu Kay, kehamilanku yang kali ini terasa amat berat. I've had a super rough first trimester, the worst experience of morning sickness -sepanjang sejarah kehamilan yang pernah aku jalani. Mungkin lebih tepat kalau disebut allday sickness. Karena bisa seharian mual, setiap habis makan ada yang dimuntahin, setiap sholat mau pingsan (malah sering aku sholatnya duduk hiks). Lemes banget rasanya. Nggak bisa ngapa-ngapain ((masa-masa terburuk itu waktu usianya 9-12 minggu)). Untungnya nggak sampai hiperemesis gravidarum yang muntah setiap saat.

Walau sejujurnya... aku malah happy banget dengan drama mual-mual #alldaysickness itu! Karena yang sebelum-sebelumnya, aku kurang merasakan sickness bahkan tiba-tiba hilang rasa mual di usia 7 minggu... Makanya aku jadi selalu takut kalau gak mual. Walaupun ada yang mengalami hamil kebo (nggak ngerasa apa-apa), tapi normalnya kan mayoritas ibu hamil pasti mual. dan saat mual itu tandanya si janin sedang berkembang. Karenanya setiap kali aku mual aku sangat bahagia ((seriously)). My baby still alive, begitu pikirku lega... 

Tapi, bagaimanapun aku senang, tubuhku tetap merasa kelelahan. Jujur aku juga sempat ngalamin depresi selama kehamilan. Karena nggak tau istilahnya apa, kusebut Maternity Blues aja ya. Ya sindrom depresi itu memang alamiah. Emosi negatif tersebut tercetus sebab rasa sakit yang teramat sangat melebihi batas tubuh untuk mentolerirnya. Seperti Post Partum Depression (PPD) tercetus akibat sakitnya melahirkan. Atau Baby Blues yang tercetus akibat sakit/lelahnya mengurus anak. It's okay to have that syndrom, yang penting kita bisa menyikapinya lalu mengatasinya sebelum berlarut-larut (sayangnya banyak yang tidak bisa dan akhirnya berlarut-larut lalu menjadi fatal).

Aku sendiri sadar saat aku merasakan gejalanya. Waktu itu usianya baru 7 minggu, tiba-tiba aku ngerasa beteeeee banget hamil. Kaya capek banget. Kesel tapi nggak bisa ngapa-ngapain. Nggak berdaya. Mood jadi ilang banget. Bosan yang kelewat-lewat bosan. I was feeling so blue... I was literally tired... extremely tired... I want to give up... I suddenly hate this pregnancy...

Detik itu aku langsung peka kalau tubuhku, jiwaku, sepertinya mulai lelah. Tapi serba salah. mau coba beraktivitas terlalu pusing. nggak di-suggest lemah tapi ya emang lagi bawaannya lemah banget. Ngerasa hopeless banget, cuma bisa tiduran tapi ya nggak bisa tidur juga. Masih tergolong normal sih, apalagi untuk perempuan-perempuan yang memiliki kehamilan dengan resiko tinggi sepertiku... Pada akhirnya kecemasan berujung depresi itu, wajar.

Kalau ku bandingkan dengan pengalaman-pengalaman keguguranku, aku juga nge-down banget tapi nggak pernah yang sampai jadi sindrom depresi begitu. Paling aku ngurung diri di kamar berhari-hari... terus yaudah berusaha ikhlas lagi, menjalani hari-hari dengan tabah lagi. Nggak pernah sampai benci sama kehamilan yang kujalani (walaupun harus keguguran). Ternyata setelah kuanalisa ala ala, tercetusnya depresi pada kehamilanku kali ini mungkin karena aku tidak menyalurkan emosiku dengan semestinya.

Maksudnya gimana? Seperti yang sudah kuceritakan di atas, aku justru bahagia ngalamin mual dan kawan kawan-nya itu. Sementara tubuhku mungkin udah nggak kuat... jadilah ada kontradiksi respon emosi yang berujung depresi (eh paham gak sih maksudku? wqwq) Kalau waktu aku keguguran kan, aku ngerasa sakit banget, dan aku luapkan semua rasa sakit itu #tsah Tapi, kelelahan yang kualami selama trimester 1 malah terus berusaha kutampik. It's okay, it's okay. I'm fine thank you padahal sebenarnya aku sama sekali nggak okay. Aku denial... karena aku takut nggak bersyukur, masa giliran udah dikabulin bisa lancar hamilnya terus ngeluh gara-gara gitu doang? Aku nggak mau ngakuin kalau aku tersiksa...

Barulah setelah aku menyadari hal itu -yang entah salah atau benar asumsiku- aku langsung cari wadah untuk menumpahkan semua uneg-uneg. Siapa lagi kalau bukan masse haha. Aku memberanikan diri untuk jujur semuanya. Kalau aku capek. Aku sakit. Aku lelah muntah terus. Aku bosen nggak bisa ngapa-ngapain. Aku kesel susah makan. Tapi aku juga bilang sebenernya aku nggak papa banget ngalamin itu semua... entah kenapa tubuhku yang seolah membenci kehamilan kali ini huhuhu intinya aku merasa lelah (banget) aja

Alhamdulillah, masse respect banget dan memaklumi ke-lebay-an istrinya. Dia menelan semua ketakutan istrinya haha. Mungkin karena dia tau kehamilan istrinya kali ini beresiko tinggi, jadi dia lebih responsible dan betul-betul menjaga. Jujur, waktu pertama kali aku hamil juga dia kurang care. Tapi sekarang masya Allah... suami siaga banget deh <3

Aku ngerasa plong setelah cerita. Awalnya aku juga takut sih buat cerita... takut dibilang lebay. Gengsi juga, soalnya aku kan tipikal yang cool(kas) gitu loh wqwqwq. Tapi masse cuma ketawa-ketawa tiap aku cerita (semacam dibecandain, uuu tayang cupcupcup -padahal aku ngomongnya udah sambil nangis-nangis).

Selama beberapa hari aku terus begitu, aku nggak denial lagi sama apa yang kurasakan. Sakit ya bilang sakit. Capek ya bilang capek. Nangis ya nggak ditahan-tahan. Tapi aku juga selalu berafirmasi positif, minta maaf sama si dedek karena ibunya selemah ini. Akhirnya berangsur-angsur menghilang sindrom-nya. Alhamdulillah nggak butuh waktu lama sih, sekitar 3 hari. Cuma pas lagi parah episode drama sickness-nya aja pasti mewek lagi sama masse hahaha

Afirmasi positif yang kulakukan berupa doa...
Ya Allah, aku ingin menjalani masa-masa kehamilan dengan normal. Aku tidak tahu rasanya seperti apa... Bagaimana trimester 1, lalu trimester 2, hingga trimester 3. Rasanya mau melahirkan, rasanya melahirkan, rasanya menyusui (pasti nanti aku gemes banget deh sama anakku sendiri)
Insyaa Allah...
Selama ini aku cuma tau rasanya morning sickness yang hanya bertahan sampai minggu ketujuh, setelah itu menghilang... Aku tidak mau seperti itu lagi ya Allah. Izinkanlah aku bisa merasakan prosesnya dengan sempurna. Hingga menjadi ibu yang seutuhnya, dan keluarga kecil kami dapat menjadi utuh. Aku mohon pertolonganmu ya Allah. Mohon lancarkanlah semuanya... mohon beri aku kekuatan untuk bisa melaluinya... Aamiin

Oiya, selama terserang sindrom aku juga berusaha memperlakukan diriku se-sultan mungkin pokoknya as long as I am happy. Saat itu aku yang nggak bisa ngapa-ngapain selain makan, ya akhirnya berusaha menyenangkan hati dengan makan. Makan apapun yang bikin aku senang (walaupun bakal dimuntahin tapi gakpapa yang penting happy dulu). Dokter memang gak ngasih pantangan apapun, tapi sebenarnya justru aku yang memantang diri sendiri. Aku menahan hasrat untuk makan yang nggak sehat, especially junkfood. Waktu puncaknya aku ngalamin stress, yaudah, tak turuti kabeh. Alhamdulillah, manjur! Berasa banget happy-nya, mungkin si dedek seneng juga ya... sesekali mam micin gakada salahnya kok mommm wqwqwq
___

Anxiety is normal. There is no reason to live in shame, and hide your feelings from others... yang penting jangan over drama. Tetep berusaha santuy menghadapinya~

Mulai detik ini, jadilah orang yang berempati pada sesama. Paling tidak jangan nyinyir/julid deh. Banyak komentar yang menanggapi kasus-kasus semacam ibu Kay itu seperti: "Ah saya juga ngalamin tapi saya bisa tuh melaluinya"

Yaa... kan tiap orang beda-beda. Ada yang memang kuat banget, ada yang selow banget, ada yang tabah banget, ada juga yang rapuh banget, dan ada yang lebay banget. Mungkin kita dianugerahi kekuatan untuk bisa melalui 'ujian hidup' sendirian, tapi mungkin tidak bagi orang lain.

Saya sendiri bersyukur... selama ini saya punya orang-orang yang bisa saya percaya untuk ditumpahkan segala keluh kesah. Saya punya mereka yang tetap ada dalam titik-titik terendah hidup saya. Lantas, bagaimana dengan mereka yang sama sekali nggak punya satupun orang yang tepat untuk mengurai kesedihannya? Tidak ada yang mendukung bahkan justru mematahkan harapan-harapannya?

Karenanya, kalau ada yang kita kenal dan sedang ngalamin keterpurukan, rangkul. Tapi nggak usah dinasehatin macem-macem. Kebiasaan orang kita nih kalau yang punya masalah lagi cerita, langsung deh disela dengan segala rupa petuah. Orang yang lagi dalam masalah itu, untuk bisa cerita aja butuh keberanian mental yang luar biasa... jangan malah digurui. Itulah yang bikin kebanyakan orang sangat tertutup sama masalahnya. Habis kalau cerita malah diceramahin sih, belum lagi kalau yang diceritain malah mulutnya ember. Diceritain lagi kemana-kemana. Cape deh~
 
Akhirnya si empunya masalah memilih memendam saja segala kepedihannya dan mengatasinya sendirian. Kaalaaau, berhasil berdamai dengan masalahnya. Kalau nggak dan berakibat fatal, gimana?

Memang, yang paling baik adalah menyembunyikan masalah. Aku sendiri juga tipikal yang amat sangat tertutup. Aku lebih memilih menyimpan & menghadapi semuanya sendiri. Semacam punya krisis kepercayaan untuk berbagi 'beban hidup' dengan orang lain. Salah-salah, malah jadi konsumsi publik. Baru... kalau nanti aku sudah berhasil mengatasinya, aku sendiri yang akan cerita... seperti sharing bin curcol ini haha. Kalau mau jadi konsumsi publik pun udah gakpapa. Malah aku berharap supaya kisahku bisa diambil ibrah-nya.

Paling, kalau memang betul-betul urgensi aku nggak mampu mengatasi sendirian... somehow Allah selalu datangkan orang-orang yang entah kukenal atau tidak, menjadi pelampiasan segala unek-unekku + perantara solusi dari Allah. Satu-satunya manusia yang selalu menjadi 'tempat sampah'ku hanyalah masse. Tanpa bermaksud jumawa, aku betul-betul bersyukur dianugerahi suami yang dapat menjadi 'konselor' pribadiku. Masya Allah Tabarakallah...

Baiklah... aku rasa sudah terlalu panjang curcolannya. Terima kasih buat yang berkenan baca sampai sini~ fyi, Alhamdulillah... Saat ini, aku sedang menjalani minggu pertama trimester kedua kehamilanku ((My baby is 14 weeks old! Mohon doanya ya semua)). Segala rupa drama mual, pusing, lemah, lesu, lunglai, tak berdaya berangsur-angsur berlalu~ Alhamdulillah sekarang aku sudah lebih bertenaga, sudah berselera makan, sudah nggak terlalu picky eater, bisa makan lebih banyak ((meski kadang masih muntah)). Alhamdulillah mulai bisa beraktivitas normal lagi. Nggak tahan pengen jalan-jalan kaki tapi sama masse belum boleh, tunggu 4 bulan dulu aja insyaa Allah. Jadi paling senam hamil ringan aja di rumah.

P.S. Kehamilanku kali ini terjadi tanpa promil, bahkan aku belum memulai terapi pengobatan keguguran berulang... Kok bisa? Kisahnya baca di sini ya~


Satu lagi, aku akan share sebuah artikel tentang depresi dalam perspektif Islam...

Ketika Perempuan (Paling) Shalihah Berkeluh Kesah "Ah, emak-emak depresi itu kurang iman aja!"

Kadang ada orang yang menganggap depresi atau stres tingkat tinggi itu karena kurang iman. Kurang ibadah. Kurang ngaji.
Saya tidak punya cukup ilmu untuk menilai. Tapi saya ingin berbagi sesuatu yang saya dapat setelah merenungkan kisah seorang perempuan penghulu surga.

Perempuan terbaik, paling shalihah di zamannya; Maryam binti Imran. Bunda dari Nabi Isa Alayhissalam.
Alquran mengabadikan ucapan Maryam saat hendak melahirkan Isa alayhissalam. Sebuah kalimat yang menyiratkan beban mental begitu berat.

Sebuah kalimat yang menurut saya, terlalu tabu untuk diucapkan. Apalagi oleh seorang perempuan yang menjadi pemimpin perempuan surga. Kalimat yang mungkin kalau diucapkan di hadapan emak yang gak empati, responnya persis sama dengan kalimat yang saya tulis di awal tadi.


Allah mengabadikan ucapan curhat Maryam itu dalam Alquran. Ucapan yang memang hanya Maryam ucapkan dalam kesendirian, bukan di hadapan kaumnya apalagi di medsos yak. Ucapan tersebut tertulis dalam surat Maryam ayat 22-23.

"Dan kisahkanlah di dalam Kitab (Al-Qur’an) tentang Maryam, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Rasa sakit hendak melahirkan membawanya pada pohon kurma, ia berkata: “Oh, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tak berarti dan dilupakan.”

Saya membayangkan duka hati Maryam. Seorang gadis yang beribadah siang dan malam di Baitul Maqdis. Semua orang hanya mengenalnya sebagai seorang perempuan shalihah.

Lalu tiba-tiba ia hamil tanpa suami? Apa kata dunia?? Maryam tahu tak akan ada yang percaya. Hanya Zakariya dan istrinya, yang yakin akan kebenaran cerita Maryam.

Setegar-tegarnya Maryam, setinggi-tingginya iman Maryam, gadis itu tetap hancur hatinya mendengar omongan orang.
Itu Maryam, perempuan paling shalihah pada zamannya. Paling banyak zikirnya. Paling bagus ngajinya. Paling tebal imannya. Jangan ditanya ibadahnya.

Bisa-bisanya perempuan seshalihah itu akhirnya berkeluh kesah? Bahkan sampai berucap mengharap kematian? Hanya karena omongan orang?

Betapa begitu besarnya pengaruh kalimat tuduhan, nyinyiran, dan penghakiman terhadap batin seorang Maryam.
Maryam sang manusia pilihan masih bisa merasakan sakit hati, pilu terhadap pandangan orang. Bahkan sampai berandai mati saja. Dilupakan orang. Dianggap tak pernah ada. Daripada harus menghadapi dunia yang tak berpihak padanya.

Di situlah saya tersadar. Maryam, perempuan shalihah yang imannya tak mungkin diragukan itu, hanya manusia biasa.
Manusia, diciptakan Allah dengan fitrah rasa. Punya emosi dalam jiwa. Keberadaan iman tidak meniadakan gejolak emosi manusia. Melainkan mengarahkannya untuk mengelola segala rasa dalam taat padaNya. Tapi sekali lagi, bukan menghilangkan semua emosinya. Inilah bedanya manusia dengan malaikat.

Butuh waktu bagi manusia untuk mengelola emosi jiwa dan buncahan rasa. Ada proses yang perlu dilewati, bukan dalam sekejap mata.

Ah, entah mengapa setelah membaca kisah Maryam, saya tak sampai hati menyimpulkan perempuan yang depresi itu kurang iman.

Justru bisa jadi episode depresi yang mereka alami, adalah cara Allah menaikkan mereka ke derajat yang lebih tinggi. Atas jihad mereka mengelola hati.

Siapa tahu, sakit hati yang mereka rasa, adalah jalan menuju surga. Sebab gugurnya dosa. Sebab pahala atas lelah jiwa.
Jangan-jangan saya yang ujiannya biasa-biasa saja, sedang jalan di tempat belok kiri dikit masuk neraka, hiks naudzubillahimindzalik ....

Kembali ke kisah Maryam. Setelah curhatan duka tersebut, Allah pun langsung meresponnya.Ternyata bukan dengan menghardik Maryam karena ia mengeluh berandai mati saja. Allah tidak bilang, "Eh Maryam, gak boleh ngomong gitu! Mana iman kamu?!"

Tidak.

Allah Maha tahu, manusia yang ia ciptakan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Sedang kalut dengan emosi yang mengaduk jiwa.

Allah Maha tahu, yang dibutuhkan Maryam saat itu bukan omelan. Bukan nasihat. Tapi dukungan. Ketenangan.
Apa yang Allah lakukan?

Surat Maryam ayat selanjutnya, 24-26.

"Kemudian Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyang-goyangkanlah pelepah pohon kurma itu ke arahmu niscaya akan gugur buah-buah kurma yang telah masak itu kepadamu. Maka makanlah dan minumlah, dan senangkanlah hatimu. Jika kamu melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar kepada Yang Maha Pengasih untuk berpuasa, maka aku takkan berbicara kepada seseorang pun pada hari ini.”

"Allah mengutus 'konselor' berupa malaikat Jibril untuk memandu Maryam. Menghalau kesedihan dan menuntunnya fokus pada kekuatan yang masih ia miliki. Perintah untuk menggoyang pelepah pohon kurma untuk menjatuhkan kurma matang adalah cara Allah membuat Maryam percaya dirinya masih punya daya.

Selanjutnya Maryam diminta makan dan minum, serta menyenangkan hatinya. Menurut saya, ini solusi yang sangat manusiawi!

Maryam yang sedang tenggelam dalam rasa sakit karena melahirkan, emosi sedih membayangkan tudingan kaumnya, diberikan kesempatan untuk makan dan minum. Setelah terselesaikan kebutuhan pokoknya tersebut, barulah Allah menyuruh Maryam menyenangkan hatinya.

Selama Maryam menata hati, Allah beri ia kesempatan untuk menenangkan diri, memenangkan pertempuran batinnya dengan berpuasa. Maryam diperintahkan untuk berpuasa dan tidak berbicara. Tidak membantah apapun komentar negatif kaumnya.
Masya Allah.

Membaca kisah ini sungguh membuat saya merasakan kasih sayang Allah. Bahwa Dia tak pernah meninggalkan hambaNya. Tidak pernah membebani di luar batas kemampuan hamba Nya. Bahwa Allah sangat memanusiakan manusia.

Bahwa ungkapan kesedihan, merasa tak ada harapan, bukanlah pertanda hilang iman. Melainkan pertanda bahwa yang mengucapkannya hanyalah manusia. Ciptaan Allah yang dibekali fitrah rasa. Makhluk yang membutuhkan perlindungan Robb-nya.

Maka jika ada emak yang curhat kelelahan, sedih, sampai punya keinginan menyakiti diri sendiri atau anaknya, jangan buru-buru menghakiminya kurang iman.

Ajaklah ia duduk nyaman, fokus pada kekuatan yang masih dimilikinya. Bawakan makan, minum, dan senangkan dulu hatinya. Baru bantu ia menata emosinya.

Jika sang emak curhatnya di medsos, enggak usah nimbrung komentar nyinyir. Cukup diinbox, diwapri, diajak ngobrol personal aja. Kalau benar-benar peduli dan sayang padanya.

Sebab kita tak pernah tahu, Allah mungkin sedang menaruh perhatian padanya. Sedang mengamati siapa yang akan ikut dapat pahala dalam skenario ujian seorang hamba. Siapa yang ikut menolong dengan tulus dan siapa yang hanya ikut menjatuhkan sesama.

Wallahu a'lam bishshawab. Semoga Allah kuatkan semua ibu yang sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Makan, minum, dan bersenang hatilah, Bunda. Sebab Allah sedang membukakan jalan menuju surga. InsyaAllah.

Penulis,
Yunda Fitrian,
Sahabat Ibu Berdaya

To be continued... (aku bakal sharing tentang kehamilanku dari ketahuan, sampai kemudian harus kontrol seminggu sekali. Fyi, 5 part pertama sudah diunggah, kontrol ke 1 , kontrol ke 2 , kontrol ke 3 , kontrol ke 4 , dan selanjutnya adalah cerita kontrol ke 5)

Kontrol ke 2 (dadakan) Gara-gara Aku hamil (lagi)! Setelah Keguguran Berulang 4x

Kalau yang kesini karena bermaksud mendapatkan kiat-kiat kok bisa aku hamil tanpa promil, tanpa terapi, dengan riwayat keguguran berulang... Mohon maaf, mungkin kalian akan kecewa. Sebab aku sendiri tidak tahu kenapa ini bisa terjadi..... Qodarullah. Hanya Allah yang tahu kenapa ini bisa terjadi, Kalau Allah sudah berkehendak, kita bisa apa?

Tapi... mungkinkah proses detox yang sedang kujalani berperan dalam kehamilanku ini? Wallahu a'lam bisshawab. Nggak ada salahnya untuk dicoba. Kalau ada yang mau tau proses detox apa yang kulakukan, nanti ya aku kasih ceritakan di lain post (tapi aku sudah pernah sharing via IG-stories sih hehe). Karena postingan kali ini khusus untuk menceritakan gimana kronologisnya bisa ketahuan hamil (Warning, ceritanya akan penuh curcolan as always ya haha)
___

Sabtu, 15 Juni 2019, hari itu untuk pertama kalinya aku datang ke Klinik Yasmin, RSCM Kencana. Setelah berbulan-bulan menata hati dan mempersiapkan mental, akhirnya aku berani juga untuk memulai terapi... akhirnya aku berhasil berdamai dengan kehilangan-kehilangan yang kualami. Akhirnya aku bisa mengikhlaskan diri, dan siap menghadapi segala ketentuan-Nya. Sekalipun kemungkinan yang terburuk. Aku siap. Ya, memang belum tuntas pengobatan keguguran terakhirku. Karena begitu aku tau apa aja yang harus aku cek, tiba-tiba nyaliku ciut. Butuh waktu 4 bulan untuk memantapkan hati... dan akhirnya aku memilih untuk memulai lagi semuanya dari nol. (Cerita selengkapnya bisa baca di sini)

Tapi, yang tidak kami ketahui... bahwa sebenarnya hari itu Allah sudah memulai pembentukan calon anak kami dalam rahimku, Masya Allah...


Alhamdulillah, meski baru buat appointment kemarin sorenya, masih rezeki kebagian jatah pasien dr. Budi Wiweko hari itu. Betapa kagetnya kami begitu pintu lift terbuka dan melihat ruang tunggu sudah sangat ramai. Atmosfer-nya cukup mencekam. Sangat berbeda jika aku ke poli kandungan biasa dan ini lebih baik (bagiku). Setidaknya aku tidak perlu merasa terintimidasi oleh pendar-pendar kebahagiaan pasutri yang sedang mengontrol buah hatinya.

Singkat cerita, kami pun pulang dengan seberkas surat pengantar cek laboratorium. Di akhir sesi konsultasi, dr. Budi Wiweko bilang, "Nanti kalau hasilnya udah keluar semua baru balik lagi ya Bu".

Waktu itu, jadi pasien terakhir.. dari penuh banget bahkan duduknya mesti rapet-rapet kek di angkot, sampai kosong melompong. Fyi, kalau mau konsul jangan H-1 baru bikin appointment. Minimal seminggu sebelumnya lah biar nggak jadi pasien terakhir hahaha ((apalagi dr. Budi termasuk yang paling famous, pasiennya super banyak!))

Unexpectedly, bulan berikutnya aku telat haid! Satu hari telat dan aku masih kalem, mungkin karena aku kecapekan aja. Walaupun aku tau, aku tipikal yang tidak pernah telat. Telat satu hari saja... (dari pengalaman-pengalaman sebelumnya) pasti positif hamil. Hari kedua aku telat aku lupa, soalnya sibuk nyiapin acara halal bi halal di rumah, bahkan setelahnya aku minta diurut karena tepar maksimal. Kebetulan minggu itu aku benar-benar hectic. Yang ngurut bilang badanku anget, jadi dia nggak berani kenceng-kenceng. Untunglah, si ibu memang lembut banget ngurutnya. Kondisinya aku sudah hamil 4 minggu ternyata... Nggak ada yang tau kecuali Allah

Hari esoknya aku beneran demam. Aku pun bedrest. Lalu, pas mau sholat dzuhur aku baru ngeh, Loh kok aku belum haid juga ya? Tapi aku nggak berani berpikir aku hamil. Aku justru takut kalau sampai hamil! Pengobatannya belum juga mulai!! Tapi... aku harus memastikannya. Kusuruhlah adikku untuk beli testpack. Honestly, aku benar-benar berpikir: semoga bukan hamil.

Sudah nampak pudar karena aku baru foto berhari-hari setelahnya (sampai detik ini masih disimpan malah haha)

Awalnya aku lega... kirain negatif. Kirain. Ternyata, hasilnya mesti ditunggu beberapa menit (aku baru nyoba merk Akurat. biasanya OneMed dan langsung muncul aja sih). Garis merah yang semula hanya 1 kemudian setelah 3 menit tiba-tiba muncul menjadi 2. Nggak pake malu-malu lagi muncul garis duanya! Langsung kek dicoret pake spidol merah permanen. Seolah nunjukkin bahwa aku beneran hamil. Karena kalau garisnya samar aku akan anggap bukan hamil wqwq #segitudenialnya

Jantungku rasanya mencelos. Duh gimana nih... saat itu dunia terasa zonk seketika. Aku bingung harus gimana. Harus senang kah? Harus sedih kah? Terbayang seketika kenangan-kenangan keguguran yang kualami...  Tapi... apa boleh buat, sudah terlanjur positif (hamil)... aku cuma bisa berserah kepada-Nya

Tadinya, aku mau menyembunyikan hal ini. Liat nantinya aja gimana. Tapi, aku kan lagi mau terapi. Mungkin aja bisa dapat penanganan yang lebih tepat, kalaupun... harus mengalami keguguran lagi, bisa langsung dicari solusinya. Segitu takutnya berharap... Akhirnya setelah beberapa hari menimbang & memutuskan... aku kasih tau masse hasil TP-ku. Responnya? Seneng bukan main. Bahkan dia langsung telpon orangtuanya. Malunya aku... Sebenarnya yang sebelum-sebelumnya keluarga kami memang nggak pernah tau aku hamil. Taunya aku hamil ya pas aku keguguran. 'Oh ternyata Sarah lagi hamil' (Soalnya kami berniat ngasih tau kalau udah ada detak jantung janinnya... tapi nggak pernah berdetak jantung mereka...)

Masse, beneran seneng banget. Dia sampai cium-cium perut aku. Dia selalu begitu. Dia selalu nangis kalau tau aku hamil. Aku takut... takut melihat dia kecewa lagi. Setiap aku keguguran, dia juga nangis. Itulah yang paling membuat aku sedih ketimbang kehilangan anak, tapi melihat hancurnya hati suamiku... huhu

Lalu, karena belum semua pemeriksaan lab kami lakukan, kami langsung bikin appointment secepatnya untuk cek lab. Karena cek kromosom itu hasilnya keluar dalam 2 bulan, sementara yang lainnya dalam 2-3 jam sudah keluar. Makanya, kami belum melakukan cek yang lain nunggu hasil kromosom dulu, baru yang lainnya (karena hasil lab itu 'kadaluarsa'nya cepat, tidak boleh kejauhan jaraknya dengan konsultasi dokter).

Tapi, karena aku bilang ke petugas lab-nya kalau aku baru positif hamil, dia justru nyaranin aku jangan cek lab dulu, konsultasi ke dokternya aja dulu. Soalnya ternyata rangkaian tes lab-nya itu adalah pemeriksaan untuk melihat potensi/peluang hamil. Kalau sudah terlanjur hamil ya buat apa, ceunah. Kemudian, si petugas lab langsung menyambungkan teleponku ke susternya dr. Budi untuk konfirmasi, "Sus, saya tempo hari konsul sama dr. Budi dan diminta melakukan tes lab. Tapi ternyata saya hamil, apa tetep tes lab blablabla?" kataku menyebutkan tes-tes yang disuruh.

"Oh nggak usah Bu, Ibu langsung konsultasi aja sama dokternya," katanya.

"Tapi, ada yang belum keluar hasil lab-nya juga. Waktu itu disuruh baliknya kalau udah lengkap hasil lab-nya, gakpapa?" tanyaku lagi. Monmaap anaknya emang polos banget wqwq

"Ya nggak papa dong Bu. Bilang aja nanti, Dok saya sudah hamil. Gimana tindakan selanjutnya? Nanti dibantu dokternya buat selanjutnya ibu mesti apa," jawab susternya. Dia sepertinya sadar ibu-ibu yang satu ini masih polos beud, jadi didiktein hahaha

"Oh baiklah Sus. Jadi sekarang saya langsung buat appointment aja ya?"

"Iya Bu. Lebih cepat lebih baik. Langsung ke call center aja ya," katanya, dan kemudian aku berterimakasih, lalu sambungan telponku kembali ke petugas lab.

"Gimana Bu, tetep cek lab?" tanya si petugas lab.

"Nggak usah Mbak, katanya konsul sama dokter-nya dulu," jawabku.

"Nah iya Bu. Soalnya tes-tes itu memang dilakukannya sebelum hamil. Mungkin nanti dokternya bakal ngasih anjuran tes lain sesuai kondisi ibu yang sudah hamil," katanya lagi.

"Iya, makasih ya Mbak atas bantuannya"

"Ada lagi Bu yang bisa saya bantu?"

"Cukup Mbak"

"Baiklah terima kasih, selamat pagi"

"Pagi"

Selanjutnya, aku bergegas menelepon call center RSCM Kencana untuk membuat perjanjian konsultasi dengan dr. Budi Wiweko.

P.S. Ini membuat aku salut sama RSCM Kencana, ternyata pelayanannya se-responsible itu. Seneng banget! Semua petugasnya, susternya, sangat ramah!
___

Rabu, 10 Juli 2019 (Kontrol kedua -dadakan-)

"Gimana Bu, sudah ada hasil lab-nya?" tanya dr. Budi Wiweko melihat kami datang lagi. Mungkin dokternya bingung, kok si ibu udah balik lagi, baru juga 2 minggu yang lalu

"Belum dok. Karena hasil kromosom baru keluar 2 bulan," jawabku.

"Iya lama memang," sahutnya.

"Kalau yang lainnya, belum sempat kami cek karena niatnya nunggu hasil kromosom dulu. Tapi ternyata-"

"Ibu hamil?" ucapanku langsung dipotong dokternya. Sangat peka ternyata pak dokter ya haha

"Iya Dok..." lirihku

"Wah bagus dong. Alhamdulillah, selamat ya Bu. Ibu tenang aja ya tenang," jawabnya dengan sumringah. Aku juga mendengar susternya langsung mengucap Alhamdulillah. Ketakutanku seketika mereda... aku sebenarnya khawatir bakal diomelin, Kok hamil sih! Emang nggak pakai pengaman apa wqwqwq ya gakmungkinlah. Cuma ke-halu-anku aja mikir begitu. Tapi perasaan sih udah jaga-jaga banget kok main aman. Menghindari tanggal-tanggal subur juga. Kok bisa kebobolan? Qodarullah (soalnya sama dokter yang sebelumnya kan di ultimatum jangan hamil dulu...)

"Yaudah yuk kita liat dulu," kata dr. Budi Wiweko kemudian. Aku pun masuk ke balik tirai dan bersiap untuk melakukan USG Trans-V dibantu suster. Saat itu susternya berkata, "Alhamdulillah ya Bu, rezeki lebaran," bisiknya. "Tapi saya takut Sus..." jawabku curcol. "Insyaa Allah nggak papa kok Bu," katanya lagi. Ah, kalimat-kalimat sesimpel itu ternyata bikin aku tenang banget.

Saat di cek qodarullah kantungnya sudah terlihat... masya Allah...😭😭😭 jadilah langsung dikawal ketat banget seminggu sekali mesti check up. Aku juga diresepkan obat penguat dalam dosis tinggi, Duphaston 3x sehari. Waww, gila sih. Tapi ya ini adalah bagian dari ikhtiar kami. Fyi, penguat itu sebenarnya berisi hormon progesteron sintesis ya. Jangan sekalipun ngide untuk coba minum, "biar kandungannya kuat' harus atas anjuran & pengawasan dokter.

Walaupun aku sebenarnya sudah sangat-sangat-sangat pasrah. Aku nggak berani optimis... Cuma bisa husnudzanbillah, berserah sama Allah aja Allah maunya gimana... dan ternyata... dia bertumbuh dengan sehat Alhamdulillah. 14 minggu sudah usianya kini... Masya Allah kamu bertumbuh dengan sehat Nak... insyaa Allah 2 pekan lagi Allah kasih Ruh sama kamu ya... Bismillah, laa hawla wa laa quwwata illa billah

Waktu usianya 12 minggu, masya Allah Tabarakallah... dan kini dia sudah 14 minggu, Alhamdulillah... semoga sehat selalu ya Nak!

Mungkin klise. Sekarang, dengan pengalaman seperti ini aku menjadi nggak bisa percaya apapun lagi selain Allah. Aku udah divonis macem-macem sampe -katanya- gakbisa hamil lagi karena terlalu sering keguguran. Aku harus ngelakuin serangkaian cek & terapi macem-macem demi bisa punya anak bahkan disuruh bayi tabung aja. Tapi, qodarullah, aku hamil tiba-tiba, nggak promil (malah lagi dijaga-jaga kan supaya jangan hamil). Belum sempet terapi apapun... Nggak ada persiapan apapun juga... tapi, inilah kuasaNya...

Beneran loh, ada yang mendiagnosa aku bahwa peluang hamilku menjadi sangat menurun karena seringnya keguguran. Bahkan mungkin tidak bisa hamil lagi. Makanya, aku disuruh jangan hamil dulu. Pemulihan rahim mungkin setahun atau 2 tahun. Aku udah se-hopeless itu...
 

بَدِيعُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
(Allah) pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.
(Surat Al-Baqarah, Ayat 117)

Finally... after every storm, there is a rainbow.. Masya Allah Tabarakallah

Honestly, pregnancy after loss is such a complicated thing to navigate, while I'm so deeply grateful for the chance to have a baby and he/she is healthy so far (Alhamdulillah) but I'm very afraid at the thought of this baby's heart stopping without my awareness again....


I decided to share this story because of two reasons: 1st, we are wanting this baby get as many good thoughts and prayers as possible for health & strength... (Alhamdulillah jazzakumullahu khoyr for all the supports & prayers to us️)


2nd, to shine light on what it is to expect again after miscarriage. So many women have the same or similar stories to mine and the most important thing I have found in this journey is to remember that we aren't alone. Especially we have Allah, innallaha ma'ana.

I cried a lot before. I didn't understand why... but now... Masya Allah...
Keep calm and have patience. One day you will thank Allah for the door He has closed.
You will be grateful that it didn't work out for you. Allah's plans are better than our wishes.
Because... when the right time comes, it will very beautiful and worth the wait.
Stay sabr & husnudzan, it will be your time soon. Insyaa Allah

P.S.
dan bagimu yang diberi kemudahan oleh Allah, belajarlah bersyukur.
Hentikanlah keluhanmu, banyak di luar sana yang menantikannya. Tahan juga lisanmu untuk tidak menyakiti.
Kamu tidak tahu apa yang sudah dilaluinya, apa yang diperjuangkannya.
Ini bukan hanya tentang anak, tapi tentang rezeki apapun itu.
Kapan nikah, Kapan lulus, Kapan wisuda, Kapan punya anak, Kapan punya adek anaknya,
Kapan punya cucu, Kapan punya cicit, Kapan punya rumah, Kapan naik haji, kapan, kapan, kapan, dan kapan lain lain.
Kita memang tidak bisa menjaga lisan orang lain, tapi kita bisa, menjaga mulut kita sendiri.