Ini adalah momen terrrgreget-nya mobile medis selama di Palu. Operasi kecil: hecting/penjahitan luka.
Taaapi yang bikin greget adalaaaaah mbaknya ngga teriak sama sekali waktu dijahit, seriously!! selow banget. Padahal ini nggak pake anestesi. Kita mah yang liat ngilu-ngilu sedappp, dia mah kalemmm. hahaha
___
Namanya Agustina, usianya baru 20. Nahas, ia terpleset dan kepalanya terantuk tangga saat lari menyelamatkan diri. Hari ketika gempa dahsyat itu datang (29/09/18), ia sedang berada di lantai 2 rumahnya.
Hari itu Agustina datang sebagai pasien terakhir. Ia mengeluhkan darah yang terus merembes dari kepalanya. Saat dilihat, dr. Anti pun terkejut. Ini mah mesti dijahit! Sebenarnya sudah dijahit, tapi jahitannya tidak sempurna dan lukanya terbuka.
"Sar, kita nggak ada lidokain ya?" tanya dr. Anti padaku. Fyi, lidokain adalah nama obat anestesi/bius.
"Nggak ada dok," jawabku.
dr. Anti lalu meminta Agustina ke Rumah Sakit. Tapi dia nggak mau. Katanya jauh. Iyasih, ini lokasinya di perbatasan Palu-Donggala. Kalau harus ke Rumah Sakit UNDATA yang terletak di tengah kota memang terlalu jauh. Fyi, saat itu satu-satunya Rumah Sakit yang beroperasi hanya RS UNDATA, karena yang lain hancur akibat gempa (meski bangunan RS UNDATA juga roboh setengah).
Agustina bercerita, di hari kejadian, pasca gempa dan tsunami berlalu dari Palu, warga yang selamat berjibaku melarikan orang-orang yang selamat tapi 'terluka' ke RS UNDATA.
Di sana suasananya begitu mencekam, gelap gulita tiada listrik, darah dimana-mana dan bau anyirnya menusuk ke segala penjuru. Orang-orang berteriak kesakitan, menangis, termasuk diri Agustina yang kala itu kepalanya dijahit.
Makanya, Agustina trauma dan nggak mau ke rumah sakit. "Di sini aja sama dokter. Waktu itu juga nggak dibius kok," ujarnya.
Hmm.. Wajar sih ya... dalam situasi darurat seperti itu, nggak mungkin dokternya nggak ngerasa panik. Pasien 'korban bencana' yang ditangani pastilah sangat banyak. Tak sebanding dengan jumlah tenaga medis yang ada saat itu. Jahitnya mesti buru-buru, yang penting dijahit! Eh, ada jarum hecting dan benangnya aja udah syukur ... pikirku begitu mendengar cerita Agustina.
"Bener nih dijahit di sini aja? Tapi nggak dibius loh," tanya dr. Anti kesekian kalinya. Raut mukanya tak tega. Aku sudah meringis membayangkan... e dodo eee ketusuk pentul aja sakitnya bukan main!
"Iya nggak apa, sama dokter aja," jawab Agustina. Kesekian kalinya juga berusaha meyakinkan dr. Anti supaya mau menjahit kepalanya.
Akhirnya proses hecting pun dilakukan. Dan seperti yang kuceritakan di awal, Agustina sama sekali nggak mengaduh. Stay cool banget buset dahh (Apakah dia punya ilmu hitam? wqwq). Sementara dr. Anti berkali-kali minta maaf tiap menusukkan jarum hecting.
Sebelum proses hecting dilakukan, menggunting rambut yang berada pada luka |
dr. Anti dah kaya Mpok Hindun minta maaf terus😅 |
"Kalau sakit jangan ditahan, teriak boleh kok. Nangis juga boleh," tutur Aca yang memegangi kepala Agustina. Kulihat raut wajah Aca pucat pasi, loh kok malah suster-nya yang mau pingsan! 🤣
"Nggak sakit kok. Waktu di rumah sakit lebih sakit," ujar Agustina sambil tersenyum. Masih bisa senyam-senyum lohhh gaesss
Kita yang ngeliatin yang mau pingsan dia mah stay cool yoo mamen😁 |
Waktu berlalu... Agustina tetap membisu hingga luka-nya selesai di jelujur~
Yang lucunya, giliran dikasih obat dia langsung takut! Takut sama obat sampai mau kabur dan akhirnya dipegangin supaya mau minum obat! Wahahahahaha Gus, gus, kok lebih takut obat daripada jarum
___
Sepanjang perjalanan pulang kami tak henti-henti mentertawakan hal ini. Bahkan setiap hari jadi lawakan receh kita wqwqwq. Nggak habis pikir...
"Satu-satunya hecting yang gaboleh pakai anestesi cuma jahit perineum*," kata dr. Anti.
"Kenapa tuh dok?"
"Supaya si ibu kapok melahirkan. Supaya punya anaknya dikasih jarak, ngga beruntun!"
Hahahaha begitu toh rupanya.
Sungguh hebaaat kamu Agustina, mengaduh pun tidak😆 |
Perineum= lubang tempat keluar bayi -persalinan normal- biasanya memang perineum akan robek saat melahirkan dan harus dijahit.